Monday, April 3, 2017

Sejarah Singkat tentang Masuknya Buddhisme di Sri Lanka

0 comments

Sri Lanka sampai saat ini dikenal sebagai negara Buddhis berbasis Theravada. Buddhisme diperkenalkan di negara ini di abad ketiga sebelum masehi. Ini adalah hasil dari konsili ketiga yang diadakan di Pataliputta, didukung oleh Raja Asoka. Bhikkhu Mahinda Thera yang juga sebagai anak kandung dari Raja Asoka sendiri dan para bhikkhu-bhikkhu pengikutnya menjadi pelopor berdirinya Buddhisme di Sri Lanka. 

Latar Belakang Sebelum Masuknya Buddhisme di Sri Lanka
Sebelum Buddhisme masuk di Sri Lanka, kondisi keagaaman di Sri Lanka tampak animistis. Banyak kepercayaan-kepercayaan baik secara kepercayaan yang datang dari pribumi maupun karena pengaruh luar. Walaupun banyak kepercayaan, namun pada waktu itu tidak ada satu pun kepercayaan yang dianggap sebagai agama nasional. Orang-orang bebas melakukan apapun terhadap apa yang mereka percayai.
Latar belakang keagamaan sebelum masuknya Buddhisme pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu: kepercayaan lokal dan kepercayaan yang terpengaruh dari India.

Kepercayaan Lokal
A. Pemujaan terhadap Yaksa dan Yaksani
Yaksa dan Yaksini adalah makhluk halus yang dipercaya sebagai makhluk besar yang memiliki kekuatan. Pemujaan terhadap Yaksa dan Yaksani tampak sudah umum di sebelum datangnya Buddhisme. Raja Padukābhaya, kakek dari Raja Devānampiyatissa, dikatakan telah membangun banyak tempat pemujaan kepada makhluk-makhluk ini dan memberikannya persembahan secara rutin. Beberapa nama dari Yaksa dan Yaksini disebutkan di dalam catatan-catatan sejarah Sri Lanka, di antaranya Kalavela, Cittaraja, Vessavana, Valavāmukhi, dan Citta. Dari semua yaksa, Kalavela dan Cittaraja adalah yaksa yang paling penting untuk dipuja.

B. Pemujaan terhadap makhluk dari orang yang telah meninggal
Di waktu itu pula terdapat kepercayaan bahwa siapapun yang meninggal akan terlahir menjadi peta. Mereka memujanya karena dianggap mampu membantu keluarganya yang masih hidup. Dikatakan Kalavela dan Cittaraja terlahir sebagai peta, dan akhirnya melindungi raja.

C. Pemujaan terhadap dewa dan dewi
Pemujaan terhadap deva sangatlah popular di Sri Lanka pada waktu itu. Dewa-dewa yang terkenal dan sangat dipuja-puja di antaranya: Cetiya (juga disebut sebagai Valaramukhi), Jutindhara (suami dari Cetiya), Maheja, Jayasena, Kammara-deva (dewa penempa), Pura-deva (dewa yang berada di depan kota), Vyadha-deva (dewa pemburu), Pacchima-rajini (ratu barat).

D. Pemujaan terhadap pohon
Pemujaan terhadap pohon-pohon juga sudah dikenal di waktu itu. Terdapat pohon-pohon yang mereka anggap suci dan memperlakukannya sebagaimana dewa-dewa. Mereka menyakralkan pohon-pohon tertentu yang dianggapnya memiliki kekuatan. Pohon yang terkenal adalah pohon beringin dan pohon palmyra.

E. Pemujaan terhadap ular atau naga
Mereka juga percaya bahwa terdapat sesok makhluk naga atau makhluk semacam dewa ular yang tinggal di gunung-gunung. Mereka memujanya dan memberikannya persembahan.

F. Keyakinan terhadap astrologi
Keyakinan terhadap ilmu perbintangan atau astrologi nampaknya sudah cukup terkenal bahkan sampai sekarang masih banyak yang meyakininya. Pemberian nama-nama bayi yang baru dilahirkan dan penentuan hari pernikahan dilakukan berdasarkan ilmu ini. Mereka juga percaya tentang ramalan-ramalan.

G. Pemujaan terhadap objek-objek alam
Mereka juga memuja objek-objek alam seperti matahari, bulan, gunung dan sebagainya.

II. Kepercayaan yang Terpengaruh dari India
A. Brahmanisme
Brahmanisme juga telah ada di zaman sebelum bertahtanya raja Devanampiyatissa. Terdapat Devageha untuk para brahmana yang dibangun oleh kakeknya. Dikatakan Pandukabhaya telah membangun Sotthisala dan Pandukabhaya sendiri pernah berguru dengan brahmana yang bernama Panduka.

B. Jainisme
Di zaman Raja Pandukabhaya, terdapat tiga Niganthas yang bernama Jotiya, Kumbhanda, dan Giri. Dikatakan Raja Pandukabhaya juga membangun tempat tinggal untuk Jotiya dan Kumbanda. Di zaman Raja Vattagamini Abhaya, kuil milik Giri dihancurkan dan kemudian dibangun vihara untuk para bhikkhu yang disebut Abhayagirivihara.

C. Tapasa dan Shaivisme
Tapasa dan Shaivisme juga sudah masuk di tanah Sri Lanka sebelum Buddhisme masuk. Dikatakan bahwa Raja Pandukabhaya juga telah membangun sivika-sala di mana Sivalinga didirikan.

D. Sramana
Sramana tradition rupanya juga telah dikenal di Sri Lanka. Diantaranya adalah Paribbajaka, Ajivakas, dan Pasandas.

Selain kepercayaan-kepercayaan tersebut, sebagaimana yang telah disebutkan dalam Mahāvaṁsa,terdapat pula kepercayaan bahwa Sang Buddha telah berkunjung ke Sri Lanka tiga kali yaitu: Mahiyangana, Nāgadipa, dan Kelaniya. 

Masuknya Buddhisme di Sri Lanka
Salah satu hasil dari diadakannya konsili ketiga di Pataliputta yang didukung oleh Raja Asoka, Buddhisme menyebar ke daerah-daerah di komplek India maupun ke luar India. Atas petunjuk dari Bhikkhu Mogaliputtatissa Thera, Raja Asoka mengutus bhikkhu-bhikkhu misionaris ke sembilan tempat. Kitab Mahāvaṃsa memberikan detail tentang nama-nama para bhikkhu yang diutus dengan nama-nama tempatnya sebagai berikut:
  1. Kashmir oleh Bhikkhu Majjhantika Thera
  2. Mahisamandala, oleh Bhikkhu Mahādeva Thera
  3. Vanavasi oleh Bhikkhu Rakkhita Thera
  4. Aparantaka oleh Bhikkhu Yona-Dhammarakkhita Thera 
  5. Maharattha oleh Bhikkhu Dhammarakkhita Thera 
  6. Yonaloka oleh Bhikkhu Maharakkhita Thera  
  7. Himavanta oleh Bhikkhu Majjhima Thera
  8. Suvannabhūmi oleh Bhikkhu Sona dan Bhikkhu Uttara Thera
  9. Thambapanni Sīhala Dīpa oleh Bhikkhu Mahinda Thera dengan empat bhikkhu (Itthiya Thera, Uttiya Thera, Sambala Thera, Bhaddasala Thera), satu samanera (Samanera Sumana), dan umat awam (upasaka Bhanduka) (Mhv. XII).

Raja Asoka mengirim Bhikkhu Mahinda ke Sri Lanka bersama bhikkhu-bhikkhu yang menemaninya. Bhikkhu Mahinda adalah putra dari Raja Asoka sendiri. Ia menjadi bhikkhu sejak ia berumur 20 tahun. 

Setelah konsili berakhir mereka tidak langsung pergi ke Sri Lanka karena di Sri Lanka masih berada di bawah kekuasaan Raja Mutasiva, ayahnya Devanampiyatissa. Mereka berpikir ini bukanlah waktu yang tepat untuk datang ke Sri Lanka dan memperkenalkan Buddhisme ketika Raja Mutasiva masih bertahta.

Sambil menunggu waktu yang tepat Bhikkhu Mahinda dan teman-temannya pergi ke Dakkhinagiri untuk menjumpai saudara-saudaranya dan tinggal selama enam bulan. Setelah itu mereka mengunjungi ibunya Bhikkhu Mahinda yang sedang tinggal di Vedisagiri dan tinggal di sana selama sebulan. Setelah Raja Mutasiva meninggal dan Devanampiyatissa menjadi raja, mereka memutuskan untuk pergi ke Sri Lanka. Raja Devanampiyatissa sebenarnya adalah teman dekatnya Raja Asoka walaupun mereka hanya bisa berkomunikasi lewat surat. 

Di bulan Jettha di 236 sebelum masehi, mereka berangkat menuju Sri Lanka melewati udara dengan kemampuan gaibnya dan mendarat di Missakapabbata atau bukit Mihintale. Pada saat itu sedang terdapat festival yang dikenal sebagai Jeṭṭhamūlanakkhatta. Pada waktu itu, Raja Devanampiyatissa sedang berburu rusa di sana. Mengikuti rusa rohita, Raja Devanampiyatissa mendaki bukit.


Bhikkhu Mahinda kemudian memanggilnya dengan sebutan nama kecilnya. “Tissa. Datanglah kemari.” Mendengar panggilan itu, Raja sangat kaget dan melihat sekelilingnya dan dilihatnya orang-orang berjubah kuning berdiri di atas bukit batu. Raja sangat terkejut dan takut apakah mereka adalah manusia atau bukan. Kemudian Bhikkhu Mahinda berkata kepadanya dengan syair demikian:

“Samanāmayam maharaja, Dhammarājassa sāvakā, tameva anukampāya, Jambu Dīpa idhāgatā”
Artinya:
“Raja Agung, kita adalah murid dari Raja Dhamma (Sang Buddha). Atas dasar belas kasih kepadamu, kami datang ke sini dari Jambu Dīpa (India)”


Setelah mendengarkan ini, akhirnya raja meletakkan busur panah yang dibawanya dan mendekat kepada para Thera tersebut dan memberikan salam sapa dan akhirnya duduk. Untuk mengetes sebarapa jauh kecerdasan raja, Bhikkhu Mahinda memulainya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak. Pertanyaan itu adalah tentang pohon mangga. Setelah mengethui bahwa raja memiliki cukup kecerdasan untuk menerima ajaran, akhirnya Bhikkhu Mahinda membabarkan Cūlahatthipadopama Sutta, Di akhir khotbah, raja beserta lima puluh ribuan orang memeluk keyakinan baru, yaitu Buddhisme. 

Bhikkhu Mahinda mengabiskan hari pertamanya dengan tinggal di Mihintale. Hari berikutnya, Raja Devanampiyatissa mengundangnya dengan para bhikkhu yang lain untuk menerima dana makanan. Setelah selesai makan, Bhikkhu Mahinda membabarkan Petavatthu, Vimānavatthu, dan Sacca-saṁyutta kepada orang yang berkumpul di sana. Kemudian Bhikkhu Mahinda membabarkan Devadutta Sutta kepada orang-orang yang berkumpul di dekat gerbang istana. Di kebun Nandana, Bhikkhu Mahinda membabarkan Bālapandita Sutta.

Raja mempersembahkan kebun Mahāmeghavana kepada sangha untuk tempat tinggal. Suatu ketika Raja Devanampiyatissa bertanya apakah Buddha-sāsana sudah berdiri di negara ini kepada Bhikkhu Mahinda thera. Kemudian Bhikkhu Mahinda Thera menjawabnya bahwa ini belum sepenuhnya berdiri kokoh. Buddha-sāsana akan berdiri kokoh di sini apabila terdapat orang-orang asli Sri Lanka yang menjadi bhikkhu dan mempelajari vinaya dengan baik setelah itu mengulangnya. Bhikkhu-sasana berdiri setelah Ariṭṭha bersama kawan-kawannya memasuki Sangha, menjadi bhikkhu. Sementara bhikkhuni-sasana berdiri ketika Putri Anulā dan para wanita menjadi bhikkhuni setelah Bhikkhuni Sanghamita datang bersama pohon bodhi yang dibawa dari India karena undangan raja untuk mendirikan bhikkhuni-sasana di negara Sri Lanka. Hingga sampai saat ini, pohon Bodhi yang dibawa oleh Bhikkhuni Sanghamita dan rombongannya masih tumbuh di Anuradhapura tetapi pohonnya tidak bisa tumbuh besar karena waktu itu di tanam bersama dengan potnya yang terbuat dari emas.

Kesimpulan
Buddhisme diperkenalkan ke Sri Lanka sebagai hasil dari konsili ketiga. Sebelum Buddhisme datang ke tanah ini, di sini sudah terdapat banyak sistem kepercayaan namun tak satupun dianggap sebagai agama negara. Setelah Buddhisme diperkenalkan ke Sri Lanka, Buddhisme langsung mendapat respon positif dari masyarakat Sri Lanka dan raja sehingga Buddhisme dijadikan agama nasional. 

No comments:

Post a Comment