Musibah atau bencana alam terjadi tanpa dikehendaki. Gempa bumi, tsunami, banjir, gunung meletus, kebakaran, dll. bisa terjadi kapan saja. Musibah-musibah tersebut menjadi sumber datangnya penderitaan. Kehilangan sanak keluarga, cidera dan luka-luka, atau kehilangan harta benda tak bisa dihindari ketika bencana besar melanda. Ratap tangis dan penderitaan sudah tentu menyelimuti suasana duka. Kesedihan ini tentu tak dapat dengan mudah diterima begitu saja dalam waktu yang singkat. Penolakan pasti ada. Sungguh sulit untuk menerima kenyataan tatkala dalam kondisi yang seperti itu. Namun sesungguhnya ini bukanlah akhir dari segalanya, karena hidup harus terus berlanjut, meski dalam situasi sesulit apapun.
Ajaran Buddha memang tidak bisa membantu menghentikan segala bentuk bencana supaya tidak terjadi di muka bumi ini. Namun agama Buddha memiliki ajaran kebijaksanaan dalam menghadapi situasi ketika berhadapan dengan hal-hal yang tidak dikehendaki. Kebjiaksanaan adalah harta terunggul yang mesti dimiliki bagi setiap manusia. Biar pun terjadi bencana, biar pun semua kekayaan lenyap, kalau seseorang masih memiliki kebijaksanaan, ia masih bisa kuat. Ia tetap kuat meski dalam kondisi yang sangat sulit. Ia tetap kaya meski saat tak punya apa-apa. Karena kebijaksanaan adalah harta terunggul yang melebihi kekayaan materi. Orang yang bijaksana tetap bisa bertahan hidup, meskipun kehilangan kekayaannya. Sementara orang yang tanpa kebijaksanaan, meskipun bergelimang harta, ia seperti tak hidup (Jīvate vāpi sappañño, api vittaparikkhayo; Paññāya ca alābhena, vittavāpi na jīvati. Thag. 499).
Orang yang memahami Dhamma akan memperoleh kebijaksanaan. Dengan kebijaksanaan tersebut ia dapat memahami sifat kehidupan dengan baik. Ketika terjadi bencana, ia tidak serta merta menyalahkan objek luar. Ia menyadari bencana alam sebagai fenomena alam yang tak bisa dihindari. Akhirnya ia menerima proses alam dengan penuh kesabaran. Ketika ia menyadari bahwa ada musibah-musibah yang terjadi karena ketelodoran dan kesalahan manusia, maka ia akan memperbaikinya di masa depan. Orang yang bijaksana memahami dengan baik permasalahan dan mengambil langkah bijak untuk menghadapinya. Ia tak akan berlarut-larut terlalu lama dalam kesedihan, karena ia tahu apa yang seharusnya ia lakukan.
Buddha berkata bahwa ketabahan seseorang bisa dilihat ketika musibah-musibah melandanya (Āpadāsu, bhikkhave, thāmo veditabbo. A. II. 188). Seberapa besar kesabaran dan keteguhannya dapat dilihat ketika seseorang menghadapi hal-hal yang tidak ia inginkan. Itu berarti musibah dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya sesunguhnya memberikan pelajaran untuk meningkatkan kesabaran dan keteguhan. Dalam situasi yang sulit inilah, seseorang bisa belajar bersabar dan belajar ikhlas.
Dhamma ajaran Buddha memang tak bisa mengembalikan lagi sanak keluarga yang meninggal, rumah-rumah yang rusak, atau harta benda yang lenyap. Namun Dhamma membantu ia yang memahami, dengan kebijaksanaan saat menghadapi ini semua. Dhamma muncul dalam bentuk kesabaran, keikhlasan, keteguhan. Jadi saat menghadapi bencana yang besar sekalipun, ia yang memahami Dhamma akan dapat melalui segala derita dan kembali bersemangat untuk melanjutkan kehidupannya. Ia tidak menjadi stress berlebihan, karena sejak ia memahami Dhamma, ia sudah belajar melatih kesabaran, keikhlasan, dan keteguhan batin. Setidaknya ia masih hidup dan selamat dari bencana yang menimpannya. Meskipun semua harta bendanya hancur dan lenyap, dengan kehidupan yang masih dimilikinya, ia masih bisa mengumpulkan kekayaan kembali. Selagi masih hidup, kesempatan untuk berusaha masih ada. Dan kesempatan untuk senantiasa berbuat baik masih tetap terbuka. Karma baiknya masih cukup untuk melindunginya dan selamat dari bencana. Oleh karena itu, ketika masih memiliki kesempatan untuk hidup, kesempatan untuk memperbanyak karma baik masih ada.