Thursday, January 11, 2018

Buah Menjalani Kehidupan Sebagai Bhikkhu

0 comments

Buah Menjalani Kehidupan Sebagai Bhikkhu

Meninggalkan Keduniawian

Dalam agama Buddha, terdapat empat kelompok pengikut agama Buddha, yaitu bhikkhu (biarawan), bhikkhuni (biarawati), upāsaka (umat awam pria), dan upāsikā (umat awam wanita). Umat Buddha memiliki hak untuk memilih apakah mau menjadi biarawan/biarawati atau tetap menjadi umat awam pria/wanita. Hidup adalah pilihan, maka dalam menjalani kehidupan ini juga pilihan. 

Buddha membabarkan ajarannya dengan lengkap dan murni, baik di depan, di pertengahan, dan di akhir (So dhammaṃ deseti ādikalyāṇaṃ majjhekalyāṇaṃ pariyosānakalyāṇaṃ sātthaṃ sabyañjanaṃ, kevalaparipuṇṇaṃ parisuddhaṃ brahmacariyaṃ pakāseti. D. I. 62.). Buddha membabarkan ajarannya kepada siapapun. Buddha menjawab dengan ramah pertanyaan-pertanyaan dari siapapun yang bertanya kepadanya. Makanya Buddha dihormati oleh banyak orang, dan orang-orang yang ingin mendengarkan ajarannya, menyempatkan waktunya untuk berkunjung. 

Buddha membabarkan ajarannya kepada siapapun; tidak terikat kasta, apakah brahmana, ksatria, vaisya, atau sudra; tidak pandang status, baik raja, pedagang, kaya, atau miskin. Banyak orang yang berkunjung dan mendengarkan ajarannya. Banyak orang juga yang memutuskan untuk menjadi bhikkhu di bawah bimbingannya. 

Beberapa yang setelah mendengarkan ajarannya memutuskan untuk meninggalkan keduniawian dengan menjadi bhikkhu. Meninggalkan keduniawian adalah pilihan yang dianjurkan oleh para bijaksanawan (pabbajjā, bhikkhave, paṇḍitapaññattā sappurisapaññattā. A. I. 151). Buddha mendorong umatnya untuk selalu melakukan perbuatan baik dan menjalankan kehidupan suci (kattabbaṃ kusalaṃ caritabbaṃ brahmacariyaṃ. S. I. 108).

Menurut Buddha, kehidupan sebagai perumah tangga sangat ramai dan tempatnya debu. Sementara meninggalkan keduniawian dan menjadi bhikkhu adalah bebas seperti udara terbuka (Sambādhoyaṃ gharāvāso, rajassāyatanaṃ iti; Abbhokāsova pabbajjā. Sn. 406. Sambādho gharāvāso rajopatho, abbhokāso pabbajjā. D. I. 63.). 

Raṭṭhapala dalam Raṭṭhapala Sutta juga menceritakan bahwa Raṭṭhapala merasa tidak mudah untuk menjalani kehidupan suci yang bersih seperti kerang yang dipoles dengan menjalani kehidupan sebagai perumah tangga, makanya ia memutuskan untuk meninggalkan keduniawian dengan mencukur rambut dan jenggotnya, mengenakan jubah kuning (Yathā yathā khvāhaṃ bhagavatā dhammaṃ desitaṃ ājānāmi, nayidaṃ sukaraṃ agāraṃ ajjhāvasatā ekantaparipuṇṇaṃ ekantaparisuddhaṃ saṅkhalikhitaṃ brahmacariyaṃ carituṃ. Yaṃnūnāhaṃ kesamassuṃ ohāretvā kāsāyāni vatthāni acchādetvā agārasmā anagāriyaṃ pabbajeyya’’nti. M. II. 55).

Tujuan utama menjalani kehidupan suci adalah untuk mencapai nibbāna. Kehidupan suci dijalani dengan Nibbāna sebagai dasarnya, Nibbāna sebagai arahnya, dan Nibbāna sebagai tujuan akhirnya (Nibbānogadhañhi, rādha, brahmacariyaṃ vussati, nibbānaparāyanaṃ nibbānapariyosāna; S. III. 190; S. V. 218; M. I. 304). 

Buah Menjalani Kehidupan Sebagai Bhikkhu

Buah menjalani kehidupan sebagai bhikkhu atau manfaat yang tampak dari hidup kepetapaan disebut sāmaññaphala. Dalam Paṭhamasāmañña Sutta di Saṃyutta Nikāya, Buddha berkata 

“Katamāni ca, bhikkhave, sāmaññaphalāni? Sotāpattiphalaṃ, sakadāgāmiphalaṃ, anāgāmiphalaṃ, arahattaphalaṃ – imāni vuccanti, bhikkhave, sāmaññaphalānī’’ti.” (S. V. 24)

Di sutta ini Buddha menyebutkan ada empat buah menjalani kehidupan sebagai petapa. Empat itu antara lain:

  1. Buah sebagai pemasuk arus (sotāpanna)
  2. Buah sebagai yang kembali sekali (sakadāgāmī)
  3. Buah sebagai yang tidak kembali (anāgāmī)
  4. Buah sebagai arahat (arahat)

Sāmaññaphala Sutta dalam Dīgha Nikāya menjelaskan buah-buah dari menjalani hidup sebagai petapa dengan penjabaran yang lebih sederhana. Diceritakan Raja Ajātasatu bertanya kepada Buddha tentang apa saja manfaat menjalani kehidupan sebagai bhikkhu. Buddha tidak menggunakan empat istilah sebagaimana yang tertulis dalam Paṭhamasāmañña Sutta. Di sini Buddha memberikan penjelasan yang lebih mudah dipahami oleh raja. Buddha menjelaskannya secara bertahap dari yang paling duniawi hingga tujuan utamanya.

Menurut Sāmaññaphala Sutta, ada empat belas buah menjalani kehidupan sebagai bhikkhu, antara lain:


  1. Bebas dari perbudakan. Misalnya sebelumnya adalah budak yang bekerja keras untuk majikannya. Setelah menjadi bhikkhu, ia tidak perlu lagi bekerja keras untuk majikannya. Majikannya tidak akan menyuruhnya lagi untuk melakukan pekerjaan untuknya. Justru, majikannya akan memberikan penghormatan kepadanya, memberikan dukungan empat kebutuhan hidup, menyediakan perlindungan untuknya. Ini adalah salah satu buah menjadi bhikkhu yang sangat jelas secara duniawi.
  2. Bebas dari pekerjaan sebagai petani. Kalau sebelumnya ia adalah petani, maka setelah menjadi bhikkhu ia tak perlu lagi bertani untuk bertahan hidup. Ia tak perlu lagi membayar pajak untuk raja. Semua kebutuhan hidupnya akan terpenuhi. Bahkan raja pun tidak mungkin memaksanya untuk kembali mencangkul. Alih-alih raja akan mendukung semua kebutuhan pokoknya, memberikan penghormatan yang layak, dan menyediakannya perlindungan.
  3. Mencapai Jhāna pertama. Setelah menjadi bhikkhu, ia berjuang sungguh-sungguh dengan penuh kesadaran. Menaati peraturan dan terkendalai dalam nafsu indrawi. Setelah melakukan meditasi, ia mengalami perkembangan batin setahap demi setahap. Ia mampu mencapai Jhāna pertama, dengan faktor: vitakka, vicāra, pīti, sukha, ekaggatā.
  4. Mencapai Jhāna kedua. Setelah mencapai Jhāna pertama, ia berjuang lagi dan mencapai Jhāna kedua, dengan faktor: vicāra, pīti, sukha, ekaggatā.
  5. Mencapai Jhāna ketiga. Setelah mencapai Jhāna kedua, ia berjuang lebih keras lagi dan mencapai Jhāna ketiga dengan faktor pīti, sukha, ekaggatā.
  6. Mencapai Jhāna keempat. Setelah itu ia mampu mencapai Jhāna keempat dengan faktor ekaggatā.
  7. Kemampuan melakukan meditasi Vipassana berkenaan dengan tubuh (kāyānupassāna). Setelah memperoleh empat Jhāna, ia akan menjadi lebih mudah dalam mempraktikkan meditasi Vipassana, khususnya yang berkenaan dengan tubuh (kāyānupassāna).
  8. Mencapai Manomaya Iddhi. Ia bisa mencapai Manomaya Iddhi atau pencapaian kekuatan batin yang bisa membuatnya menciptakan tubuh yang sama.
  9. Mencapai Iddhivida ñāṇa. Dengan pencapaian Iddhivida ñāṇa, ia bisa merubah dirinya menjadi banyak. Setelah menjadi banyak bisa menjadi satu kembali. Bisa menembuh dinding seperti di udara terbuka. Bisa tenggelam dan muncul lagi di bumi seperti ketika di air. Bisa berjalan di air tanpa tenggelam seperti berjalan di atas tanah. Bisa duduk bersila dan terbang di udara. Bisa menyentuh matahari dan bulan. Bisa pergi ke alam Brahma.
  10. Mencapai Dibbasota ñāṇa. Dengan pencapaian Dibbasota ñāṇa, ia bisa mendengar suara dari jarak yang sangat jauh. Bisa mendengar suara makhluk-makhluk dewa.
  11. Mencapai Cetopariyaya ñāṇa. Dengan pencapaian Cetopariyaya ñāṇa, ia bisa membaca pikiran orang lain. Ia bisa mengetahui pikiran orang lain apakah sedang buruk atau baik, sedang membeci atau tidak, sedang serakah atau tidak, dsb. 
  12. Mencapai Pubbenivāsanussati ñāṇa. Dengan Pubbenivāsanussati ñāṇa, ia bisa kembali mengingat kehidupan lampaunya. Bisa mengingat kembali satu kelahiran, dua, tiga, ratusan kelahiran di kehidupan lampaunya.
  13. Mencapai Cutūpapāta ñāṇa. Dengan Cutūpapāta ñāṇa atau Dibbacakkhu ñāṇa, ia bisa melihat muncul dan lenyapnya makhhluk-makhluk. Ia bisa mengetahui mengapa orang dilahirkan cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin. Ia bisa tahu kapan orang lain mati dan terlahir di mana setelah kematian.
  14. Mencapai Āsavakkhaya ñāṇa. Āsavakkhaya ñāṇa adalah pencapaian terbebasnya kotoran-kotoran batin. Ia melihat sebagaimana adanya:


  • Ini dukkha (so idaṃ dukkha’nti yathābhūtaṃ pajānāti)
  • Ini sebab dukkha (ayaṃ dukkhasamudayo’ti yathābhūtaṃ pajānāti)
  • Ini lenyapnya dukkha (ayaṃ dukkhanirodho’ti yathābhūtaṃ pajānāti)
  • Ini jalan menuju lenyapnya dukkha (ayaṃ dukkhanirodhagāminī paṭipadā’ti yathābhūtaṃ pajānāti)

Ia juga melihat sebagaimana adanya

  • Ini noda batin (ime āsavāti yathābhūtaṃ pajānāti)
  • Ini sebab noda batin (ayaṃ āsavasamudayo’ti yathābhūtaṃ pajānāti)
  • Ini lenyapnya noda batin (ayaṃ āsavanirodho’ti yathābhūtaṃ pajānāti)
  • Ini jalan menuju lenyapnya noda batin (ayaṃ āsavanirodhagāminī paṭipadāti yathābhūtaṃ pajānāti)


Dengan begitu ia terbebas dari empat noda batin, yaitu 

  • Noda batin atas nafsu inderawi (Kāmāsava)
  • Noda batin atas kemenjadian (Bhāvāsava)
  • Noda batin atas pandangan (Diṭṭhāsava)
  • Noda batin atas ketidaktahuan (Avijjāsava)


Dengan Āsavakkhaya ñāṇa, berarti ia telah sampai pada tujuan utama dari mempraktikkan ajaran Buddha. Dengan kata lain mencapai nibbāna dan menjadi arahat. Dia memasuki kebebasan pikiran, terbebas melalui kebijaksanaan, setelah memahaminya ia mencapainya. Ia akhirnya memahami bahwa kelahiran telah dihentikan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak dilahirkan lagi setelah kehidupan ini (Tassa evaṃ jānato evaṃ passato kāmāsavāpi cittaṃ vimuccati, bhavāsavāpi cittaṃ vimuccati, avijjāsavāpi cittaṃ vimuccati, ‘vimuttasmiṃ vimuttamiti ñāṇaṃ hoti, ‘khīṇā jāti, vusitaṃ brahmacariyaṃ, kataṃ karaṇīyaṃ, nāparaṃ itthattāyā’ti pajānāti).

No comments:

Post a Comment