Wednesday, April 18, 2018

Kritik

0 comments

Kritik

Kritik, celaan, dan hinaan memang merupakan bagian dari kenyataan hidup. Dalam hidup ini ada delapan kondisi kehidupan (aṭṭha lokadhammā) yang bisa datang silih berganti, yaitu: untung (lābho), rugi (alābho), terkenal (yaso), tidak dikenal (ayaso), dipuji (pasaṃsā), dicela (nindā), suka (sukhaṃ), dan duka (dukkhaṃ).

Kritik selayaknya diberikan untuk orang yang melakukan keburukan. Oleh sebab itu, kriteria perbuatan buruk adalah tercela (sāvajjā) dan dikritik oleh bijaksanawan (viññugarahitā). Orang-orang yang bijaksana tidak pernah menyetujui segala bentuk kejahatan. Yang jelas, orang yang bijaksana tahu mana yang patut dikritik dan mana yang patut diapresisasi. Yang perlu dikritik adalah keburukan dan yang patut diapresiasi adalah kebaikan. Jangan sampai terbalik mengkritiki orang-orang yang berbuat baik hanya karena dasar tidak suka dan iri hati. Kemudian memuji-muji orang yang berbuat keburukan karena dasar satu keimanan. 

Faktanya selalu ada saja yang tidak menghargai jerih payah orang lain, mencelanya, dan menghakiminya. Selalu ada saja di luar sana yang tidak bisa menghargai kebaikan orang lain. Buddha saja yang sudah tercerahkan, sempurna dalam perilakunya, masih mendapatkan celaan dan hinaan. Ada saja orang yang tidak menyukainya. Diam disalahkan (nindanti tuṇhimāsīnaṃ), berbicara banyak disalahkan (nindanti bahubhāṇinaṃ), dan berbicara secukupnya pun juga disalahkan (mitabhāṇimpi nindanti). Tak ada yang tidak disalahkan (natthi loke anindito).

Kritik boleh saja, asal yang mendidik dan membangun. Jangan karena kebencian dan rasa tidak suka, kita mengkritik dan mencela orang lain. Buddha memberikan nasihat bahwa seseorang hendaknya melihat kesalahannya sendiri terlebih dahulu sebelum melihat kesalahan orang lain. Pertama-tama seseorang perlu memantapkan apa yang pantas, kemudian baru menasihati yang lain (Attānameva paṭhamaṃ, patirūpe nivesaye; Athaññamanusāseyya). 

Jangan pernah patah karena sebuah kritikan. Karena Buddha mengatakan bahwa di waktu lampau, yang akan datang, dan sekarang, tidak pernah ada orang yang selamanya dipuji atau dicela (Na cāhu na ca bhavissati, na cetarahi vijjati; Ekantaṃ nindito poso, ekantaṃ vā pasaṃsito). Delapan kondisi kehidupan itu akan datang silih berganti. Anggap saja kritikan itu seperti hujan yang cepat atau lambat akan berlalu. 

No comments:

Post a Comment