Kebahagiaan adalah sesuatu yang selalu diinginkan oleh setiap orang. Tak ada satupun makhluk yang menginginkan ketidakbahagiaan. Semua makhluk selalu menginginkan dan mencari jalan untuk mendapatkan kebahagiaan. Buddha berkata bahwa semua makhluk menginginkan kebahagiaan (sukhakāma) dan menolak penderitaan (dukkhappaṭikūla. M. I. 315). Selain itu, semua makhluk juga memiliki naluri untuk tetap hidup (jīvitukāma), dan tidak ingin mati (amaritukāma).
Dalam mencari kebahagiaan, banyak orang menempuhnya dengan cara yang keliru. Cara yang pertama yang sering dilakukan adalah dengan menuruti nafsu keinginan. Mereka menganggap bahwa kebahagiaan bisa didapat dengan memuaskan nafsu. Padahal sejatinya, nafsu keinginan yang terus dituruti tak akan berujung. Alhasil, nafsu keinginan bukannya mengantarkan pada kebahagiaan, tetapi malah menyebabkan ketidakpuasan. Buddha melihat bahaya dari cara ini. Makanya Buddha tidak menganjurkan cara ini untuk mendapatkan kebahagiaan.
Yang lebih membahayakan lagi, banyak orang salah menemupuh jalan untuk mendapatkan kebahagiaan dengan cara menyakiti makhluk lain. Meskipun untuk bercanda, Buddha tak pernah mengapresiasi perbuatan yang menyebabkan makhluk atau orang lain merasa dirugikan dan menderita. Ritual-ritual yang dipercaya untuk mendapatkan berkah dan kebahagiaan, namun menyebabkan makhluk lain tersakiti dan terbunuh, tidak mendapat tempat di dalam ajaran Buddha. Buddha selalu mendorong umatnya untuk senantiasa mengembangkan cinta kasih dan welas asih kepada semua makhluk. Dengan dasar ini, segala bentuk perbuatan yang menyebabkan makhluk lain tersakiti, tidak diapresiasi. Dalam Dhammapada dikatakan bahwa: Orang yang menginginkan kebahagiaan dengan melakukan kekerasan terhadap makhluk lain yang juga menginginkan kebahagiaan, tidak akan memperoleh kebahagiaan di kehidupan selanjutnya (Sukhakāmāni bhūtāni, yo daṇḍena vihiṃsati; Attano sukhamesāno, pecca so na labhate sukhaṃ. Dhp. 131). Sebaliknya, Orang yang menginginkan kebahagiaan dengan tidak melakukan kekerasan terhadap makhluk lain yang juga menginginkan kebahagiaan, akan memperoleh kebahagiaan di kehidupan selanjutnya (Sukhakāmāni bhūtāni, yo daṇḍena na hiṃsati; Attano sukhamesāno, pecca so labhate sukhaṃ. Dhp. 132).
Di sini Buddha memandang bahwa kekerasan atau segala bentuk tindakan yang menyebabkan penderitaan makhluk lain sesungguhnya bukanlah jalan untuk mendapatkan kebahagiaan, karena kebahagiaan hanya bisa diperoleh dengan membuat makhluk lain menjadi bahagia, bukan sebaliknya. Kalau kita membuat orang lain bahagia, kita sesungguhnya telah membuat diri kita bahagia. Jadi kebahagiaan dalam agama Buddha adalah kebahagiaan yang dapat menyebabkan makhluk di sekitar kita juga ikut bahagia, bukan malah menjadi menderita.