Pikiran merupakan
pelopor dari segala perbuatan. Sebelum seseorang berucap atau bertindak,
pikiran telah terlebih dahulu mempertimbangkan apa yang akan seseorang ucapkan
atau apa yang akan seseorang perbuat. Pikiran mempengaruhi hasil dari ucapan
atau tindakan yang seseorang perbuat. Pikiran yang bersih mendorong seseorang
untuk berucap atau bertindak yang baik. Sebaliknya, pikiran yang kotor
mendorong seseorang untuk berucap atau bertindak yang buruk. Ibarat sumber mata
air yang jernih, maka air yang mengalir pun juga menjadi jernih. Sebaliknya,
sumber air yang kotor akan mengalirkan air yang kotor pula.
Buddha menyadari
pentingnya kerja pikiran. Dari tiga jenis perbuatan – pikiran, ucapan, dan
jasmani - Buddha mengakui perbuatan melalui pikiran adalah yang terkuat (M. I.
373). Dalam Dhammapada, syair pertama
dan kedua, Buddha mengatakan bahwa pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu (manopubbaṅgamā dhammā), pikiran
adalah pemimpin (manoseṭṭhā), dan
pikiran adalah pembentuk (manomayā).
Perbuatan atau ucapan yang seseorang lakukan pada dasarnya bersumber dari
pikirannya sendiri. Kebahagiaan dan penderitaan adalah manifestasi dari kerja pikiran.
Dalam hal ini Buddha mengatakan, apabila seseorang berucap atau berbuat dengan
didasari oleh pikiran yang kotor, maka penderitaan akan mengikutinya. Bagaikan
roda kereta yang mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya (Manasā ce paduṭṭhena, bhāsati vā karoti vā;
Tato naṃ dukkhamanveti, cakkaṃva vahato padaṃ. Dhp. 1). Apabila seseorang
berucap atau berbuat dengan didasari oleh pikiran yang bersih, maka kebahagiaan
akan mengikutinya bagaikan bayangan yang tidak meninggalkan bendanya (Manasā
ce pasannena, bhāsati vā karoti vā; Tato naṃ sukhamanveti, chāyāva anapāyinī.
Dhp. 2).
Perbuatan-perbuatan
buruk yang diakibatkan karena pikiran-pikiran kotor dapat menuntun seseorang
pada penderitaan. Pikiran yang dipenuhi dengan kebencian dan amarah, iri hati
dan dengki, mendorong seseorang untuk berucap kasar dan berperilaku agresif.
Sebagai akibatnya, seseorang harus menanggung penderitaan. Pikiran yang penuh
dengan kebencian menjauhkan seseorang dari kedamaian. Maka tidak akan ada
kebahagiaan di saat seseorang terbakar oleh api kebencian. Sebaliknya, ketika
pikiran seseorang bersih, dipenuhi dengan cinta kasih, welas asih, dan
kebijaksanaan, maka ia akan terdorong untuk berucap dan berperilaku yang baik.
Pikiran yang bersih ini menjauhkan seseorang dari pengaruh-pengaruh negatif.
Oleh karena itu, ketika seseorang senantiasa berusaha untuk membersihkan
pikirannya, ia akan senantiasa hidup bahagia. Dengan pikiran yang bersih,
membuat diri sendiri bahagia dan tidak merugikan orang-orang disekitarnya.
Agama Buddha manaruh
perhatian penuh pada nilai-nilai spiritual. Buddha tidak hanya menasehati
pengikutnya untuk menghindari kejahatan dan memperbanyak kebaikan, tetapi juga
mendorong mereka untuk membersihkan pikiran masing-masing. Hal ini dibuktikan
dalam syair Dhammapada bahwa
menghindari kejahatan (Sabbapāpassa akaraṇaṃ),
memperbanyak kebaikan (Kusalassa
upasampadā) dan membersihkan pikiran (Sacittapariyodapanaṃ), ini adalah ajaran dari para Buddha (Etaṃ buddhāna sāsanaṃ. Dhp. 183).
Yang dimaksud
dengan membersihkan pikiran adalah melatih meditasi. Latihan meditasi ini
merupakan cara untuk membersihkan kotoran-kotoran batin, seperti keserakahan,
kebencian, dan kebodohan batin. Meditasi bukan hanya untuk menenangkan batin
dari pikiran yang semrawut. Meditasi adalah latihan untuk mengikis
kotoran-kotoran batin secara perlahan. Tidak heran, meditasi sangat dianjurkan
disamping mengendalikan perilaku dan ucapan.