Konsili Buddhis Kelima
Sebenarnya terdapat banyak versi yang menjelaskan tentang konsili Buddhis, baik yang diadakan di India maupun di luar India. Konsili Buddhis pertama, kedua, dan ketiga disetujui oleh semua versi sebagai konsili yang diadakan di India. Setelah kejadian kosili ketiga, penghitungan konsili atau penjelasan konsili berdasarkan urutan angka sepertinya semakin rumit. Pasalnya, Sri Lanka memiliki versi sendiri, Burma memiliki versi tersendiri, dan Thailand juga memiliki versi sendiri. Oleh sebab itu, umumnya para penulis melanjutkan pembahasan mereka tentang konsili dengan menguraikan bagian terpisah menurut setiap negara.
Menurut versi Sri Lanka, pembahasan tentang konsili dapat kita temui di catatan mereka seperti Mahāvaṃsa, Dīpavaṃsa, dan beberapa kitab komentar dari Kanon Pali Samantapāsādikā, komentar dari Vinaya Pitaka. Menurut versi Myanmar, sekilas tentang pembahasn konsili dapat kita temui di Sāsanavaṃsa. Sementara menurut versi Thailand, mereka punya catatan khusus yang menjelaskan tentang konsili-konsili Buddhis yang disebut sebagai Saṅgitivaṃsa atau Saṅgītiyavaṃsa. Semuanya merupakan catatan bersejarah yang dituliskan dengan menggunakan bahasa Pāli sebagaimana Tipitaka dan komentar-komentarnya.
Permasalahan yang kita temui adalah ketidakserasian pengitungan konsili berdasarkan nomor urut. Seperti contohnya, di Myanmar, mereka mengaku konsili kelima dan keenam diadakan di Myanmar. Sumber-sumber Myanmar menyebutkan satu konsili Buddhis yang diadakan di Sri Lanka. Sementara menurut Saṅgitivaṃsa, buku versi Thailand, dikatakan konsili pertama, kedua, dan ketiga diadakan di India. Sementara konsili keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan diadakan di Sri Lanka dan konsili kesembilan diadakan di Thailand.
Menurut versi Thailand konsili keempat diadakan di Thūpārāma di zaman Raja Devanampiyatissa belum lama setelah Buddhisme diperkenalkan di Sri Lanka (abad ketiga SM). Sebagaimana yang telah kita singgung di bab sebelumnya, ini tidak bisa kita sebut sebagai konsili menurut pengertian konsili yang dibahas dalam buku ini. Konsili kelima diadakan di masa bertahtanya Raja Vaṭṭagāmani Abhaya (29-17 SM) sebagaimana yang telah kita bahas di bab sebelumnya, dan menurut penjelasan buku ini, konsili kita anggap sebagai konsili keempat. Konsili keenam diadakan di masa bertahtanya Raja Mahānāma (405-431 M), di mana Bhikkhu Buddhaghosa menerjemahkan komentar bahasa Sinhala ke dalam bahasa Pāli. Lagi, menurut, definisi konsili yang kita bahas di sini, ini tidak kita masukkan sebagai konsili karena hanya dilakukan oleh satu bhikkhu. Konsili ketujuh diadakan di masa bertahtanya Raja Parakramabahu I (1153-1186 M), yang dipimpin oleh Bhikkhu Mahākassapa. Menurutnya dikonsili ini kitab-kitab komentar dari Tipitaka direvisi kembali dan diulang bersama-sama dibawah pimpinan Bhikkhu Mahākassapa. Namun sayangnya, ini tidak ditemukan dalam sumber-sumber Sri Lanka. Konsili kedelapan diadakan di Pelmadulla, daerah Ratnapura di tahun 1865 M, dipimpin oleh Bhikkhu Hikkaduwe Sri Sumangala Nayaka Thero. Konsili-konsili ini diadakan di Sri Lanka. Kemudian, konsili-konsili berikutnya diadakan di Thailand.
Melihat pertimbangan-pertimbangan dengan definisi konsili yang telah kita bahas di bab sebelumnya, saya lebih setuju menggunakan versi Sri Lanka dan Myanmar. Oleh karena itu, yang kita anggap sebagai konsili kelima adalah konsili yang diadakan di Myanmar. Penentuan ini bukan atas dasar suka atau tidak suka, tetapi berdasarkan definisi sekaligus pemahaman umum yang telah diterima bahwa konsili kelima diadakan di Myanmar.
Kita tahu bahwa Myanmar juga telah berperan penting dalam perkembangan Buddhisme. Dipercaya Buddhisme di Myanmar pertama kalinya diperkenalkan oleh Bhikkhu Sona Thera dan Bhikkhu Uttara Thera setelah diadakannya konsili ketiga bersamaan dengan pengiriman para bhikkhu misionaris lain ke negara-negara lain.
Konsili kelima ini diadakan di Mandalay, Myanmar, di tahun 1871 (1232 Myanmar era, 2415 Buddhis era) selama masa bertahtanya Raja Mindon. Tujuan utama dari diadakannya konsili kelima ini adalah untuk mengulang semua ajaran Buddha berdasarkan Pali Kanon yang disetujui oleh tradisi Theravada. Selain mengulang Pali Kanon, konsili ini juga bertujuan untuk meneliti kembali larik demi larik untuk mengoreksi kesalahan penulisan yang barangkali terdapat kata yang hilang. Hingga akhirnya mereka akan menemukan kesatuan edisi Tipitaka yang digunakan oleh para mahāthera terpelajar untuk perbandingan dan pemeriksaan.
Tipitaka yang dituliskan di dalam daun lontar tidak dapat bertahan lama. Selain itu, mungkin terjadi banyak variasi dalam penulisan kembali dari salinan ke salinan. Oleh karena itu mereka memutuskan untuk menuliskan Tipitaka ke dalam lempengan batu marmer yang sekiranya dapat bertahan lebih lama untuk menjaga keutuhan isi Tipitaka Pali untuk generasi ke generasi di masa depan.
Akhirnya, seluruh ajaran Sang Buddha yang telah dikumpulkan dan di kelompokkan dalam Tipitaka dipahatkan di atas lempengan batu marmer atau batu pualam. Dikatakan ini membutuhkan tujuh ratus dua puluh sembilan lempengan batu marmer dengan ukuran setiap lempengan marmer bertinggi 1. 68 m, lebarnya 1.07 m, dan tebalnya 0. 13 m. Pengerjaan ini dilakukan oleh para seniman ahli yang sudah berpengalaman. Proses pengerjaan ini memakan waktu tujuh tahun delapan bulan empat belas hari.
Setelah pengerjaan selesai, setiap lempengan yang berisi ajaran-ajaran Buddha dibangunkan sebuah miniatur pagoda yang indah. Ini didirikan di tanah khusus dari Pagoda Kuthodawa milik Raja Mindon di sebuah kaki bukit Mandalay. Berdasarkan Guinness Book of Records, tujuh ratus dua puluh sembilan lempengan ini mewakili buku terbesar di dunia sampai sekarang.
Konsili ini dihadiri oleh dua ribu empat ratus bhikkhu. Terdapat tiga bhikkhu yang memimpin konsili ini. Mereka antara lain Bhikkhu Jāgarābhivaṃsa Mahāthera, Bhikkhu Narindābhidhaja Mahāthera, dan Bhikkhu Sumaṅgalasāmi Mahāthera. Mereka semua berpartisipasi dalam pengulangan Dhamma yang berlangsung selama lima bulan. Raja Mindon mendukung diadakannya konsili ini dari awal sampai akhir. Setelah konsili ini selesai, teks-teks Pali kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Myanmar dan urutan ajaran diperkenalkan ke seluruh negara.