Tuesday, November 28, 2017

Empat Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccāni)

2 comments

Empat Kebenaran Mulia (Cattari Ariya Saccāni)

Apa yang Buddha ajarkan pada dasarnya adalah penderitaan dan lenyapnya penderitaan (Pubbe cāhaṃ bhikkhave, etarahi ca dukkhañceva paññāpemi, dukkhassa ca nirodhaṃ. M. I. 140). Tujuan Buddha adalah untuk menunjukkan penderitaan dan bagaimana itu dilenyapkan. Dhammacakkapavattana Sutta adalah khotbah yang pertama kali disampaikannya yang isinya tentang Empat Kebenaran Mulia (S. V. 421). Setelah mencapai penerangan sempurna, Buddha mengajarkan Empat Kebenaran mulia ini kepada lima orang petapa yang merupakan temannya dulu ketika praktik penyiksaan diri. 

Ajaran tentang Empat Kebenaran Mulia ini juga disebut sebagai ajaran unik para Buddha (Buddhānaṃ sāmukkaṃsikā dhammadesanā. M. I. 380). Empat Kebenaran Mulia ini berisi seluruh ajaran Buddha, yang mengandung banyak prinsip-prinsip lain seperti telapak kaki gajah yang terdapat banyak jejak kaki ninatang-binatang lain (Seyyathāpi, āvuso, yāni kānici jaṅgalānaṃ pāṇānaṃ padajātāni sabbāni tāni hatthipade samodhānaṃ gacchanti, hatthipadaṃ tesaṃ aggamakkhāyati yadidaṃ mahantattena; evameva kho, āvuso, ye keci kusalā dhammā sabbete catūsu ariyasaccesu saṅgahaṃ gacchanti. M. I. 184.

Bagi Buddhisme, ajaran Empat Kebenaran Mulia ini sangatlah penting. Buddha sendiri mengatakan di dalam Paṭhamakoṭigāma Sutta dari Saṁyutta Nikāya bahwa karena tidak memahami, tidak menembus Empat Kebenaran Mulia ini, kita semua harus mengembara di alam saṃsāra ini (Catunnaṃ, bhikkhave, ariyasaccānaṃ ananubodhā appaṭivedhā evamidaṃ dīghamaddhānaṃ sandhāvitaṃ saṃsaritaṃ mamañceva tumhākañca; S. V. 431). Semua orang tercerahkan karena memahami ajaran Empat Kebenaran Mulia ini (S. V. 343). Baik masa lalu, sekarang, dan masa depan, orang-orang meninggalkan kehidupan berumah dan menjalani kehidupan tanpa rumah karena ingin menembus Empat Kebenaran Mulia (Ye hi keci, bhikkhave, atītamaddhānaṃ kulaputtā sammā agārasmā anagāriyaṃ pabbajiṃsu, sabbe te catunnaṃ ariyasaccānaṃ yathābhūtaṃ abhisamayāya. S. V. 415).

Daripada membahas pertanyaan-petanyaan metafisik, Buddha lebih menekankan pentingnya Empat Kebenaran Mulia. Pertanyaan-petanyaan metafisik telah ditinggalkan oleh Buddha (abyākataṃ), karena itu tidak bermanfaat (na atthasaṃhitaṃ), bukan bagian dari dasar-dasar kehidupan suci (na ādibrahmacariyakaṃ), tidak menuntun menuju kekecewaan (na nibbidāya), menuju kebosanan (na virāgāya), menuju lenyapnya (na nirodhāya), menuju kedamaian (na upasamāya), menuju pengetahuan langsung (na abhiññāya), menuju pencerahan (na sambodhāya), menuju nibbāna (na nibbānāya saṃvattati). Apa yang beliau tekankan adalah tentang penderitaan (dukkha), sebab dari penderitaan (dukkhasamudayo), lenyapnya penderitaan (dukkhanirodho), dan jalan menuju lenyapnya penderitaan (dukkhanirodhagāminī paṭipadā. M. I. 432). 

Cūḷamālunkya Sutta dan Siṁsapā Sutta adalah contoh sutta yang menolak pembahasan metafisik dan menekankan Empat Kebenaran Mulia, karena itu bermanfaat (atthasaṃhitaṃ), bagian dari dasar-dasar kehidupan suci (ādibrahmacariyakaṃ), menuntun menuju kekecewaan (nibbidāya), kebosanan (virāgāya), lenyapnya (nirodhāya), kedamaian (upasamāya), pengetahuan langsung (abhiññāya), pencerahan (sambodhāya), dan menuju nibbāna (nibbānāya saṃvattati. S. V. 439).

Empat Kebenaran Mulia itu antara lain:

Penderitaan (dukkha)

Dhammacakkapavattana Sutta menjabarkan dukkha sebagai berikut:
  • Kelahiran adalah penderitaan (Jātipi dukkhā)
  • Usia tua adalah penderitaan (jarāpi dukkhā)
  • Sakit adalah penderitaan (byādhipi dukkho)
  • Kematian adalah penderitaan (maraṇampi dukkhaṃ)
  • Bersatu dengan orang yang tidak disukai adalah penderitaan (appiyehi sampayogo dukkho)
  • Berpisah dengan orang yang disukai adalah penderitaan (piyehi vippayogo dukkho)
  • Tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah penderitaan (yampicchaṃ na labhati tampi dukkhaṃ)
  • Singkatnya kemelekatan terhadap lima gugusan kehidupan adalah penderitaan (saṃkhittena pañcupādānakkhandhā dukkhā. S. V. 421).

Dalam Maggasaṃyutta di Saṃyutta Nikāya, dukkha tersebut dikelompokkan menjadi tiga macam (S. IV. 260), yaitu:
  • Dukkha-dukkha (penderitaan alami seperti lahir, tua, sakit, mati, bersatu dengan orang yang tidak disukai, berpisah dengan orang yang disukai, dan tidak mendapatkan apa yang diinginkan)
  • Viparināma-dukkha (penderitaan karena perubahan, seperti ketika perasaan berubah. Bahkan pencapaian meditatif yang bisa berubah juga merupakan dukkha dalam kategori ini (sukhā vedanā ṭhitisukhā vipariṇāmadukkhā. M. I. 303).
  • Saṅkhāra-dukkha (penderitaan karena melekat terhadap lima gugusan kehidupan)

Di Visuddhimagga, Bhikkhu Buddhaghosa mengklasifikasikan dukkha menjadi empat macam (Vism. XVI. 500), sebagai berikut:
  • Penderitaan tersembunyi (paṭicchannadukkha)
  • Penderitaan yang terlihat (appaṭicchannadukkha)
  • Penderitaan tak langsung (pariyāyadukkha)
  • Penderitaan langsung (nippariyāyadukkha).

Sebab dari penderitaan (dukkhasamudayo)

Sebab dari penderitaan dijelaskan sebagai nafsu keinginan (taṇhā) yang membuat kelahiran kembali (ponobbhavikā) dan yang diikat dengan keserakahan hasrat (nandirāgasahagatā), dan yang menemukan kesenangan sini dan sana (tatratatrābhinandinī), yaitu: nafsu terhadap kesenangan indrawi (kāmataṇhā), nafsu terhadap kemenjadian (bhavataṇhā) dan nafsu terhadap permusnahan (vibhavataṇhā. S. V. 422).

Lenyapnya penderitaan (dukkhanirodho)

Lenyapnya penderitaan dideskripsikan sebagai lenyapnya nafsu keinginan tanpa sisa dan dengan tidak berhasrat, melepas, meninggalkan, membebaskan, dan tanpa kemelekatan (Idaṃ kho pana, bhikkhave, dukkhanirodhaṃ ariyasaccaṃ – yo tassāyeva taṇhāya asesavirāganirodho cāgo paṭinissaggo mutti anālayo. S. V. 422). Ini juga disebut Nibbāna, yang merupakan tujuan akhir dari Buddhisme. Lenyapnya nafsu keinginan adalah Nibbāna (S. III. 191). Kehidupan suci dijalani dengan Nibbāna sebagai dasarnya, Nibbāna sebagai arahnya, dan Nibbāna sebagai tujuannya (Nibbānogadhañhi, rādha, brahmacariyaṃ vussati, nibbānaparāyanaṃ nibbānapariyosāna; S. III. 190; S. V. 218; M. I. 304).

Jalan menuju lenyapnya penderitaan (dukkhanirodhagāminī paṭipadā)

Buddhisme bukanlah pesimis yang hanya mengajarkan tentang dukkha saja. Buddhisme juga mengatakan bahwa dukkha dapat diakhiri. Jalan untuk mengakhirinya disebut sebagai Jalan Mulia Berunsur Delapan (ariyo aṭṭhaṅgiko maggo), yang terdiri dari:
  1. Pandangan benar (sammādiṭṭhi)
  2. Pikiran benar (sammāsaṅkappo)
  3. Ucapan benar (sammāvācā)
  4. Perbuatan benar (sammākammanto)
  5. Penghidupan benar (sammāājīvo)
  6. Usaha benar (sammāvāyāmo)
  7. Perhatian benar (sammāsati)  
  8. Konsentrasi benar (sammāsamādhi. S. V. 422).

Menurut Cūḷavedalla Sutta, jalan ini dijelaskan dengan tiga gugusan (khandhehi ariyo aṭṭhaṅgiko maggo saṅgahito. M. I. 301), yang berisi tentang kemoralan (sīla), konsentrasi (samādhi), dan kebijaksanaan (paññā). 
  • Kemoralan (sīla): ucapan benar (sammāvācā), perbuatan benar (sammākammanto), dan penghidupan benar (sammāājīvo).
  • Konsentrasi (samādhi): usaha benar (sammāvāyāmo), Perhatian benar (sammāsati), dan Konsentrasi benar (sammāsamādhi).
  • Kebijaksanaan (paññā): pandangan benar (sammādiṭṭhi) dan pikiran benar (sammāsaṅkappo).

Dengan dengan kata lain, untuk mencapai Nibbāna seseorang harus mengembangkan kemoralan, konsentrasi, dan kebijaksanaan. Tiga pokok ini disebut sebagai Tisikkha (A. I. 236).

Setiap Kebenaran Mulia tersebut harus diterapkan sesuai dengan Tiga Tahap (tiparivaṭṭaṃ) dan Dua Belas Aspek (dvādasākāraṃ). Tiga Tahap (tiparivaṭṭaṃ) terdiri dari saccañāṇa, kiccañāṇa, katañāṇa. Saccañāṇa  adalah pengetahuan tentang setiap Kebenaran Mulia. Pengetahuan di sini maksudnya pengetahuan mendasar tentang apa itu dukkha, sebabnya, lenyapnya, dan jalan menuju lenyapnya. Kiccañāṇa adalah sesuatu yang harus dilakukan terhadap setiap Kebenaran Mulia. Misalnya, dukkha seharusnya dipahami (pariññeyya), penyebab dukkha harus ditinggalkan (pahātabba), lenyapnya dukkha harus dicapai (sacchikātabba), dan jalan menuju lenyapnya dukkha harus dikembangkan (bhāvetabba. S. V. 422; S. V. 424; S. V. 436). Sementara katañāṇa adalah perealisasian atau pencapaian dari setiap Kebenaran Mulia. 

2 comments:

  1. Namo buddhaya, saya seorang yang sedang belajar membuat blog yang bagus. Saya melihat blog anda sangat bagus seperti sebuah web site yang profesional. Bisakan Anda membagi pengetahuan anda bagaimana cara mendisain blog seperti milik anda? Terima kasih banyak atas kebaikan anda. Anumodana.

    ReplyDelete