Keramahan Buddha
Buddha dikenal oleh banyak orang di waktu. Popularitas yang dimilikinya tidak hanya didengar oleh para pengikutnya saja. Banyak guru-guru terkemuka, orang-orang terkemuka, mendengar tentang Beliau dan akhirnya memutuskan untuk menemui Beliau. Kūṭadanta Sutta contohnya. Ketika nama baik Buddha sudah tersebar, banyak perumah tangga dan para brahmana memutuskan untuk menemui Buddha yang sedang singgah di desa mereka. Walaupun sebagai orang yang Agung, Buddha tidak arogan ketika banyak orang mengunjungi beliau untuk menanyakan sesuatu, atau bahkan orang yang mau menjatuhkan Beliau sekali pun. Beliau tetap ramah dan sopan dalam menyambut kedatangan mereka. Ketika mereka datang, Buddha menyambutnya dengan ramah. Sehingga pertemuan Beliau dengan orang-orang yang menghadapnya menjadi penuh keharmonian dan kerukunan. Maka tidak heran, dalam banyak Sutta dikisahkan pertemuan Buddha dengan tamu-tamunya diawali dengan kata saling menyapa satu sama lain dengan kata yang sopan dan ramah tamah (Sammodanīyaṃ kathaṃ sāraṇīyaṃ).
Sutta-sutta di dalam Tipitaka memberikan gambaran bagaimana sikap orang-orang ketika mengunjungi Buddha (yena bhagavā tenupasaṅkamiṃsu). Beberapa setelah bersujud kemudian duduk di satu sisi (appekacce bhagavantaṃ abhivādetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu), beberapa bertukar salam dengan Sang Buddha (appekacce bhagavatā saddhiṃ sammodiṃsu) dan setelah itu baru duduk, beberapa merangkapkan tangannya bersikap anjali dan setelah itu langsung duduk (appekacce yena bhagavā tenañjaliṃ paṇāmetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu), beberapa mengucapkan nama dan sukunya (appekacce nāmagottaṃ sāvetvā ekamantaṃ nisīdiṃsu), dan beberapa diam langsung duduk (appekacce tuṇhībhūtā ekamantaṃ nisīdiṃsu).