Dalam hidup ini kita selalu saja merasa kurang. Serasa tak pernah puas. Setelah mendapatkan satu keinginan, keinginan yang lain muncul bertubi-tubi. Keinginan itu memperbudak kita, memaksakan kita untuk memenuhinya. Dan kebanyakan dari kita meladeninya, berharap kepuasan namun yang ada malah semakin menjadi-jadi. Keinginan kita menjadi lebih besar setelah keinginan yang kecil terpenuhi. Dan akan semakin membesar lagi bila terus dituruti. Kita akan semakin diperbudak oleh nafsu keinginan kita sendiri.
Hujan emas sekalipun tak mampu memuaskan keinginan kita (na kahāpaṇavassena titti kāmesu vijjati). Kita akan terus berkeinginan yang lebih besar lagi, merambat seperti tumbuhan menjalar (taṇhā vaḍḍhati māluvā viya). Penderitaan akan semakin subur seperti rumput bīraṇa setelah tersiram hujan (sokā tassa pavaḍḍhanti abhivaṭṭhaṃ va bīranaṃ).
Nafsu keinginan kita akan selalu tumbuh lagi dan lagi selama kita belum mencabut sampai akar-akarnya. Buddha menasihati kita untuk mencabut akarnya (tanhāya mūlaṃ khaṇatha). Tujuannya supaya kita terbebas dari dukkha. Karena selama nafsu keinginan itu belum dicabut sampai akarnya, nafsu keinginan itu akan tumubuh kembali dan penderitaan tumbuh lagi dan lagi (yathāpi mūle anupaddave daḷhe chinno pi rukkho punareva rūhati, evampi taṇhānusaye anūhate nibbattatī dukkhaṃ idaṃ punappunaṃ).