Monday, April 9, 2018

Paritta Bukan Kitab Suci Agama Buddha?

1 comments

Paritta Bukan Kitab Suci Agama Buddha?

Wajar saja agama Buddha selama ini dipandang sebagai agama kuno di Indonesia. Karena kulit dari agama Buddha yang kita kenal di Indonesia sendiri masih sangat samar-samar. Banyak yang tidak tahu kitab suci agama Buddha, bahkan di kalangan umat Buddha sendiri. Agama Buddha hanya dikenal sebagai agama peninggalan leluhur yang berisi pemujaan-pemujaan terhadap patung-patung. Membaca Paritta di vihara seminggu sekali, meditasi sebagai pelengkap ritual, dan mendengarkan ceramah kalau ada yang berceramah. 

Banyak di kalangan umat Buddha sendiri yang tidak tahu kitab suci agama Buddha. Kalau ditanya apa kitab suci agama Buddha, ada dua jawaban yang cukup terkenal, yaitu buku Paritta suci dan Dhammapada. Jawaban ini menunjukkan betapa mirisnya umat Buddha di Indonesia. Kitab suci agama Buddha adalah TIPITAKA yang berisi tiga macam kelompok: kelompok peraturan kehidupan monastik (Vinaya Pitaka), kumpulan khotbah-khotbah (Sutta Pitaka), dan kelompok ajaran tinggi (Abhidhamma Pitaka). Itu adalah kitab utamanya saja. Masih ada banyak kitab komentar, sub komentar, dan berbagai naskah Pali sebagai pegangan dalam memahami kitab utamanya.

Kitab suci agama Buddha bukan hanya satu buku atau dua buku yang bisa dipegang atau ditaruh di tas dan di bawa kemanapun. Buddha membabarkan Dhamma selama empat puluh lima tahun, dan semuanya itu menjadi kitab suci agama Buddha yang disebut Tipitaka. Saya yakin banyak umat Buddha Indonesia yang belum pernah melihat Tipitaka atau kitab suci agama Buddha secara lengkap, karena tidak semua vihara di Indonesia memiliki Tipitaka yang komplit. Bahkan masih banyak sekolah-sekolah tinggi agama Buddha yang jelas-jelas memperdalam agama Buddha, belum memiliki set Tipitaka yang lengkap berserta kitab komentar, sub komentar, dan berbagai naskah Pali lainnya. 

Jadi kira-kira satu set Tipitaka yang komplit berserta kitab-kitab komentarnya saja bisa satu almari lebih. Dan tak bisa dibayangkan, ternyata belum semuanya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Apalagi ke bahasa Indonesia. Baru ada beberapa buku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Kembali pada topik utama bahwa Paritta bukanlah kitab suci agama Buddha. Mungkin banyak yang kaget, langsung mau protes, buku yang tersedia di setiap vihara dan selalu dibacakan waktu melakukan puja bakti ternyata bukan kita suci agama Buddha. Lalu apa? 

Paritta sesungguhnya berarti perlindungan. Di Sri Lanka kita menyebut Pirith Poth. Buku Paritta yang sering kita baca di vihara itu tidak termasuk dari Tipitaka. Buku Paritta itu adalah buku susunan para bhikkhu dahulu yang tahu bahasa Pali. Tujuannya sebagai pegangan untuk mengingat ajaran Buddha secara lebih sederhana. Buku itu membantu para samanera dan umat untuk mengetahui ajaran Buddha secara sekilas. Beberapa syair dan sutta-sutta memang diambil dari Tipitaka. Seperti yang terkenal Maṅgala Sutta, Ratana Sutta, dan Karaṇīyametta Sutta diambil dari Khuddakapatha dari Khuddaka Nikāya dari Sutta Pitaka. Beberapa syair-syair Pali atau Gatha lainnya diambil dari beberapa Sutta dan selebihnya adalah susunan sendiri dari bhikkhu yang tahu bahasa Pali. 

Karena beberapa syair-syair pemujaan itu buatan sendiri, maka tidak heran setiap negara memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing. Itu tergantung siapa yang menyusun dan selera masing-masing yang menggunakan. Ambil contoh, buku Paritta di Thailand, di Sri Lanka, dan di Myanmar berbeda. Yang sama-sama di Thailand pun belum tentu sama. Demikian juga dengan Sri Lanka dan Myamar. Itu tergantung masing-masing mau menggunakan yang mana. Kalau Paritta di Indonesia umumnya hampir mirip dengan Thailand karena para bhikkhu di Indonesia banyak yang mengikuti tradisi di Thailand. Meskipun begitu, Indonesia juga punya ciri khas sendiri yang tidak ditemukan di Thailand, yaitu Ettāvatātiādipatidāna Gatha yang diambil dari tradisi di Sri Lanka karena dulu pernah ada bhikkhu Sri Lanka yang memperkenalkan kembali agama Buddha dalam kunjungannya ke Indonesia.

Jadi kalau ditanya apa kitab suci agama Buddha, jawabannya adalah Tipitaka. Sementara Dhammapada adalah kumpulan syair-syair Pali, salah satu bagian dari Khuddaka Nikāya dari Sutta Pitaka. Jadi Dhammapada hanya salah satu bagian dari Tipitaka yang tidak bisa mewakili keseluruhan Tipitaka. Sekali lagi, kitab suci agama Buddha adalah TIPITAKA. 

1 comment:

  1. haha sangat miris memang ada banyak yg menafsirkan buddha di indonesia akan punah, ga pake tipitaka lagi, yg awalnya tujuannya nibanna atau bodisatta jadi cuma berbuat baik tok, kalo berbuat baik tok saya mending pilih kristen/islam, lebih menjamin keselamatan

    ReplyDelete