Thursday, June 21, 2018

Manajemen Penghasilan Buddhis

0 comments
Permasalahan ekonomi keluarga sering terjadi karena kurangnya pengetahuan dalam mengelola pemasukan dan pengeluaran. Apalagi di zaman seperti ini, di mana kebutuhan dan keinginan sulit untuk dibedakan, orang-orang sulit memanajemen penghasilannya. Akhirnya pengeluaran lebih besar daripada penghasilan.

Berbicara memanjemen penghasilan, Buddha pernah memberikan nasihat bagaimana cara memanajemen penghasilan kepada pemuda yang bernama Sigala. Dalam Sigālovāda Sutta, dikatakan bahwa pemasukan harus dibagi menjadi empat bagian. Satu bagian (25%) untuk dinikmati (ekena bhoge bhuñjeyya), dua bagian (50%) untuk investasi (dvīhi kammaṃ payojaye), dan satu bagian lagi (25%) disimpan untuk keperluan sewaktu membutuhkan (catutthañca nidhāpeyya āpadāsu bhavissati).

Seseorang boleh menggunakan dua puluh lima persen dari penghasilan yang ia peroleh untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kalau masih mencukupi, seseorang boleh menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan tambahan. 

Lima puluh persen atau setengah dari penghasilan yang ia peroleh, hendaknya digunakan untuk mengembangkan usahanya. Semakin berkembang usahanya, seseorang akan mendapat penghasilan yang lebih besar. Makanya dengan cara itu, ia bisa meningkatkan penghasilan yang ia dapat. Investasi atau pengembangan usaha ini merupakan rencana kerja jangka panjang. Bisa saja usaha yang ia geluti bisa bermanfaat bagi anak-anaknya kelak. 

Dan kita gak tahu apa yang akan terjadi dalam hidup ini. Musibah, bencana alam, atau penyakit mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, maka seseorang hendaknya menyisihkan sebagian penghasilannya untuk keperluan yang tak terduga. Buddha memberikan anjuran untuk menyimpan dua lima persen dari penghasilan seseorang untuk berjaga-jaga bila ada keperluan yang mendadak atau ketika sebuah musibah menimpa. Dan tentunya, kita bisa menggunakan bagian ini untuk melakukan kebaikan-kebaikan seperti berdana kepada Sangha atau kepada orang-orang yang membutuhkan. 

Dengan menerapkan sistem menajemen penghasilan yang dianjurkan Buddha ini, seseorang bisa lebih baik dalam menjaga kekayaannya dan menggunakan kekayaannya dengan benar.  Dengan kekayaan itu seseorang bisa:
  1. Membuat dirinya sendiri, orangtua, istri, anak, pekerja, pembantu, teman, dan kerabatnya menjadi bahagia dan gembira dan merawatnya dengan tepat dalam kebahagiaan (attānaṃ…mātāpitaro…puttadāradāsakammakaraporise…mittāmacce sukheti pīṇeti sammā sukhaṃ pariharati).
  2. Membuat persediaan terhadap kehilangan yang mungkin muncul dari api, banjir, raja, pencuri, pewaris yang tidak disukai. Dia membuat dirinya sendiri aman darinya (yā tā honti āpadā aggito vā udakato vā rājato vā corato vā appiyato vā dāyādato, tathārūpāsu āpadāsu pariyodhāya saṃvattati. Sotthiṃ attānaṃ karoti).
  3. Memberikan lima jenis pengorbanan (persembahan) kepada sanak keluarga, tamu, leluhur, raja, dan para dewa (pañcabaliṃ kattā hoti – ñātibaliṃ, atithibaliṃ, pubbapetabaliṃ, rājabaliṃ, devatābaliṃ).
  4. Memberikan persembahan yang lebih tinggi, persembahan surgawi atau persembahan yang dapat membuatnya mendapatkan kebahagiaan yang melimpah dan terlahir di alam surga, kepada para petapa dan brahmana yang menghindari minuman keras dan kelengahan, yang penyabar dan lemah lembut, menahklukkan dirinya sendiri, menenangkan dirinya sendiri, melatih dirinya sendiri demi nibbāna (ye te samaṇabrāhmaṇā madappamādā paṭiviratā khantisoracce niviṭṭhā ekamattānaṃ damenti, ekamattānaṃ samenti, ekamattānaṃ parinibbāpenti, tathārūpesu samaṇabrāhmaṇesu uddhaggikaṃ dakkhiṇaṃ patiṭṭhāpeti sovaggikaṃ sukhavipākaṃ saggasaṃvattanikaṃ).


Dengan begitu, seseorang tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi ia juga bermanfaat bagi orang lain. Selain ia bisa membahagiakan keluarganya sendiri, dengan kekayaannya ia bisa berbagi kebahagiaan kepada orangtua, sanak saudara, teman-teman, orang-orang yang tidak dikenal, dan bahkan bisa bersumbangsih dalam perkembangan agama yang ia anut demi kebahagiaan dan kesejahteraan banyak makhluk.

No comments:

Post a Comment