Sunday, August 19, 2018

Berbahagia Melihat Kebahagiaan Orang Lain

0 comments
Berbahagia melihat kebahagiaan orang lain atau simpati bagi sebagian orang terlihat sulit untuk dilakukan. Terutama bagi mereka yang memiliki kecemburuan atau iri hati yang tebal. Keirihatian ini tidak memberikan ruang untuk menerima keberhasilan orang lain. Akibatnya, ketika orang lain berbahagia, sukses, memperoleh apa yang mereka inginkan, orang yang dipenuhi iri hati tak bisa menerima itu. Orang yang dipenuhi dengan iri hati tetap mencari kekurangan orang lain dan berharap mereka dalam kemalangan. Iri hati diwujudkan dalam sikap tak mau menerima kebahagiaan orang lain dengan ego yang tak mau dikalahkan dengan orang lain.

Berbahagia melihat kebahagiaan orang lain adalah praktik yang mesti sering dilakukan. Terutama bagi seorang Buddhis. Turut berbahagia melihat kebahagiaan orang lain atau simpati dalam bahasa Buddhis disebut Mudita. Praktik ini kerab ditemani dengan praktik-praktik yang lain seperti cinta kasih (metta), kasih sayang (karuna), dan keseimbangan batin (upekkha). Keempat praktik ini disebut sebagai kediaman luhur atau Brahma Vihara.

Walaupun simpati terlihat sederhana, ini membawa dampak positif untuk mempraktikkan kebaikan yang lebih besar. Praktik simpati ini membantu seseorang dalam usaha mengurangi iri hati dan kebencian yang merusak. 

Kalau dalam hidup ini saja, melihat kebahagiaan orang lain terasa sulit, tidak menutup kemungkinan nanti ketika meninggal dan terlahir di alam rendah, ia juga sulit untuk bisa menerima jasa-jasa kebajikan yang disalurkan oleh sanak keluarganya. Pelimpahan jasa dalam pengertian Buddhis bukanlah mengirimkan doa atau sesajian material untuk para mendiang yang telah meninggal. Pelimpahan jasa dalam pengertian Buddhis adalah mengabarkan kebajikan-kebajikan yang telah dilakukan sanak keluarga yang masih hidup kepada para mendiang supaya mereka turut berbahagia dengan kebajikan-kebajikan tersebut. 

Karena ini adalah mengabarkan maka kebajikan yang dilakukan oleh sanak keluarga yang masih hidup juga tidak akan berkurang. Justru dengan melakukan pelimpahan jasa, seseorang malah mengumpulkan kebajikan yang baru. Ibarat seperti seorang guru yang membagikan ilmunya kepada murid-muridnya, bukan berarti ilmu guru itu menjadi berkurang. Justru ilmu guru itu malah semakin bertambah dan semakin tajam. 

Yang perlu digarisbawahi adalah sikap turut berbahagia melihat kebahagiaan orang lain. Jasa kebajikan yang disalurkan oleh sanak keluarga hanya bisa diterima bila para mendiang turut bergembira mengetahui jasa-jasa kebajikan itu. Meskipun sanak keluarga telah menyalurkan kebajikan, kalau ia tidak bisa turut berbahagia dengan kebajikan-kebajikan itu berarti ia juga tidak mendapatkan manfaatnya. 

No comments:

Post a Comment