Seluruh isi dunia ini tak akan pernah cukup bagi mereka yang serakah dan tak pernah puas. Orang serakah akan selalu menginginkan lebih. Mereka tak pernah puas dengan apa yang sudah mereka miliki. Keserakahan mendorong keinginan untuk selalu mendapatkan lagi dan lagi yang lebih banyak. Bahkan, sekalipun hujan emas, mereka masih tetap kurang puas. Makanya dunia ini terlalu miskin bagi mereka yang serakah dan tak pernah cukup.
Kepuasan adalah jalan untuk hidup bahagia. Mereka yang memiliki rasa puas hidup bahagia dengan apa yang ada. Ketika seseorang memiliki rasa puas, ia tidak akan mudah diperbudak oleh nafsu keinginan dan keserakahan. Ia tahu ukuran dan dapat mengontrol keinginan. Buddha berkata bahwa kepuasan adalah harta yang paling berharga (santuṭṭhiparamaṃ dhanaṃ. Dhp. 204). Kepuasan adalah harta yang melebihi harta materi. Kepuasan tak pernah menuntut untuk mendapatkan banyak, tapi memberikan rasa bahagia seberapa pun seseorang dapat. Meskipun hanya sedikit, kepuasan memberi rasa cukup atas apa yang sudah ia dapat. Kepuasan mendorong seseorang memiliki rasa bersyukur. Dalam bahasa buddhis, bersyukur berarti merasa puas dengan apa yang ada (santuṭṭhi).
Tidak sedikit orang, meskipun kaya raya, tapi tetap menderita dan tak dapat menikmati kekayaannya. Alasannya sederhana, karena mereka tak puas dengan apa yang ada. Mereka menderita karena diperbudak oleh keserakahan mereka sendiri. Apa yang sudah ada dianggap masih kurang. Menuruti keinginan yang seperti itu menjauhkan diri dari kepuasan. Padahal kalau saja mereka bisa menerima apa yang sudah ada, mereka bisa menikmatinya. Karena tak bisa menerimanya, mereka tak bahagia dengan jumlah yang segitu. Alhasil mereka menderita dan akan terus menderita bila mereka memelihara dan mengembangbiakkan keserakahan itu.
Ajaran Buddha mengarahkan kita untuk memiliki kepuasan dan hidup apa adanya. Kepuasan (santuṭṭhi) dikatakan sebagai berkah utama (maṅgalamuttama) sebagaimana yang tertera dalam Maṅgala Sutta. Buddha memuji mereka yang miliki rasa puas (Itarītarenapāhaṃ, bhikkhave, santuṭṭhiṃ vaṇṇemi. Vin. I. 280). Dalam Tipiṭaka, kerap sekali kepuasan bersanding dengan sedikit keinginan (appiccha). Mereka yang memiliki rasa puas adalah orang yang juga memiliki sedikit keinginan. Karena mereka membatasi atau mengontrol keinginan, maka mereka bisa puas dengan apa yang ada. Mereka tak mengijinkan keinginan menguasai mereka. Makanya mereka yang memiliki rasa puas dan keinginan sedikit dapat hidup damai dan bahagia.
Ajaran tentang kepuasan dan keinginan yang sedikit ini sangat cocok bagi mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga, sebagai bhikkhu. Karena kehidupan bhikkhu sepenuhnya bergantung pada umat yang menyokongnya. Apabila mereka tak puas dan selalu menuntut lebih, diperbudak oleh banyaknya keinginan, mereka bukan hanya menyusahkan diri sendiri tapi juga menyusahkan umat yang mendukungnya. Meskipun demikian, kepuasan dan keinginan yang sedikit ini, juga semestinya dipraktikkan oleh umat perumah tangga. Siapapun mereka yang menerapkan dua hal baik ini, mereka akan senantiasa hidup bahagia. Mereka tak akan menyusahkan diri sendiri dan orang lain. Kepuasan menjadikan seseorang kaya, meskipun dengan hidup sederhana. Sebaliknya, ketidakpuasan dan banyak keinginan membuat seseorang miskin, meski hidup di kelilingi banyak harta.